Seoul, Berita-Kita | Stasiun media MBC Korea Selatan memberitakan tindakan yang dinilai rasis dan melanggar HAM dilakukan pihak kapal penangkap ikan milik China kepada Anak Buah Kapal (ABK) asal Indoenesia.
Jang Hansol melalui channel youtobenya, Korea roemit, mengulas berita tersebut, Rabu (06/05/2020).
Di dalam video terekam, sebuah pelanggaran HAM dan MBC berhasil mendapatkan informasi tersebut, karena pada saat itu kapal mampir di pelabuhan Bussan dan ABK Indonesia menyampaikan berita ini kepada Pemerintah Korea dan juga tv mbc serta meminta bantuan.
Pada awalnya, melihat bukti video yang mereka tunjukkan, pihak mbc tidak langsung mempercayai hal ini dan sebelum dilakukan pemeriksaan lebih lanjut perahu sudah berangkat lagi.
Terlihat sebuah kotak yang sudah di bungkus, di dalamnya ada Mas Ari berusia 24 tahun, telah bekerja selama 1 tahun dan akhirnya meninggal di kapal tersebut. Nampak mereka memberi upacara kematian dan jenazah langsung dibuang ke pantai. Mas Ari menghilang dan tidak ada yang bisa tahu ke dalamannya.
Berdasarkan penyampaian Jang Hamsol, sebelum mas Ari meninggal, ada mas Alpata 19 tahun dan Sepri 24 tahun, dimana mereka dibuang ke tengah laut ketika meninggal.
Sebelum bekerja mereka memiliki dan menandatangani surat pernyataan dengan bunyi sebagai berikut:
“Dengan ini saya menyatakan setelah berangkat keluar Negri sebagai ABK (Nelayan) segala resiko akan saya tanggung sendiri, bila sampai terjadi musibah sampai meninggal maka jenazah saya akan dikremasikan dimana tempat kapal menyandar dengan catatan abu di pulangkan ke Indonesia. Untuk itu akan di ansuransikan terlebih dahulu sebelum berangkat ke luar Negri dengan uang penangguhan sebesar 10.000 US dollar dan akan diberikan kepada ahli waris dengan membuat surat pernyataan ini, sudah ada persetujuan ke kedua orangtua saya dan tidak akan membawa masalah ke kepolisiian atau hukum Indonesia. Demikianlah surat pernyataan tersebut, saya Fuad dalam keadaan sehat tanpa ada paksaan dari pihak manapun.”
Lebih jauh, Jang Hansol menyampaikan kondisi tempat kerja cukup buruk dan terjadi eksploitasi terhadap tenaga kerja.
Dari pengakuan Narasumber, salah satu rekannya yang meninggal, sudah sakit sejak satu bulan lamanya.
“Awalnya keram, terus dia tau-tau kakinya bengkak, dari kaki itu langsung nyerang ke badan, badan langsung sesak.”
Para ABK juga tidak diberi minum air mineral, hanya nelayan China yang diberi air mineral. Sedangkan untuk nelayan Indonesia disuruh minum air laut yang difiltrasi dan terlihat akhirnya kondisi badan memburuk akibat ini.
“Pusing tidak bisa minum air sama sekali, pernah juga sampai capek dan ada dahak-dahak” tambahnya.
“jadi sehari kerja 18 jam, 30 jam berdiri kerja dan diselingi waktu 6 jam, alias waktu makan dan itu yang dihitung sebagai waktu istirahat dan mereka tidak bisa terlepas dari lingkungan kerja seperti budak,” kata Jang Hansol.
“Jadi ini tipekal banget dengan cara kerja ekspoitasi dengan cara diikat diatas pantai dan kemungkinan besar juga paspornya dirampas, juga mereka mempunyai deposit yang besar sehingga mereka tidak bisa kabur, seperti kontrak kerja budak bahasa kasarnya,” Jelasnya.
Selain cara kerja budak yang diterapkan China terhadap ABK Indonesia, ada lima diantaranya setelah bekerja 13 belas bulan hanya dibayar 120 US dollar atau sekitar 1,7 juta.
Fakta lain juga mengungkapkan bahwa kapal tersebut bukan hanya menangkap ikan tuna namun juga menangkap hiu, sehingga membuat kapal sulit bersandar untuk tidak terlibat masalah yang serius.
Kru kapal tersebut dilaporkan juga sudah meminta pemerintah Korea untuk menggelar penyelidikan menyeluruh, di mana mereka mengaku ingin memberi tahu dunia tentang apa yang mereka alami. (**)